“Berkendara aman tergantung persepsi pengendara terhadap kecelakaan. Persepsi risiko kecelakaan rendah, maka, perilaku pengendara yang menimbulkan bahaya makin tinggi,” papar Ridwan Z. Syaaf dalam seminar mengenai Safety Riding di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia UI.
Dalam paparan ilmiahnya berjudul Perilaku Manusia dan Keselamatan Berkendara, Ridwan mengatakan persepsi bikers terhadap kecelakaan mempengaruhi perilaku berkendara. “Kalau pengendara melihat kecelakaan sebagai sebuah kejadian yang biasa-biasa saja. Jatuh hanya lecet, maka, anggapannya mengenai kecelakaan biasa saja. Bukan sesuatu hal yang bahaya,” jelas pria yang menggondol master dari School of Public Health, Boston University, Amerika Serikat.
Sehingga caranya berkendara akan tidak aman. “Ngebut, tidak mentaati aturan. Pokoknya tidak aman berkendara,” ungkapnya.
Ia menilai, perilaku berkendara yang tidak aman ini salah satu disebabkan pemahaman dan persepsi mengenai safety riding sangat rendah. “Coba lihat saja di jalanan masih banyak yang tidak peduli terhadap keselamatan diri. Menggunakan helm yang tidak benar, tidak melakukan perawatan terhadap kendaraan dengan baik. Belum lagi kondisi infrastruktur yang masih buruk,” jelasnya.
Karena itu, Ridwan, menghimbau seluruh komponen agar terus peduli terhadap keselamatan berkendara. Dalam makalahnya, ia mengutip penelitian Badan PBB yang mengurus soal kesehatan (WHO) pada Hari Kesehatan Dunia 2004 lalu di India.
“Pada 2002 terjadi kecelakaan fatal di jalan raya dengan korban meninggal 1,2 juta. Diperkirakan pada 2020, kecelakaan ini mencapai 2,4 juta per tahun. Lebih besar dari penyakit Malaria, Tubercolosis ataupun HIV,” tutupnya.
MELIHAT SECARA UTUH
Dalam sebuah kejadian, seperti kecelakaan, selama ini selalu berkembang asumsi yang mengatakan human error. “Misal, dalam kecelakaan motor, seolah sudah judge bahwa si pengendara yang salah. Padahal tidak begitu,” jelas pria yang bekantor di Depok, Jawa Barat ini.
Ia menjelaskan, ada pendekatan yang bisa melihat sebuah kecelakaan secara lebih luas. “Yakni pendekatan sistem. Harus diketahui dulu faktornya. Pendekatan yang digunakan SHEL (software, hardware, environment, liveware),” ungkap pria yang mengambil S1 Psikologi UI ini.
Software terkait dengan prosedur berkendara, hardware terkait dengan kelayakan sebuah kendaraan, environment yakni lingkungan saat kejadian terjadi dan terakhir liveware, manusia sebagai pengendara.
“Semua faktor ini harus diteliti. Sehingga dengan benar faktor penyebab sesungguhnya bisa diketahui. Tujuannya, agar bisa memprediksi sehingga meminimalkan kejadian di waktu berikutnya,” tandas Ridwan.
Thursday, July 03, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment